HUKUM PERDATA
Hukum Perdata tertulis yang berlaku
di negara Indonesia ini adalah sebuah produk hukum perdata negara Belanda, yang
diberlakukan berdasarkan pada asas konkordansi; yakni hukum yang berlaku di
negara jajahan (Belanda) sama dengan suatu ketentuan-ketentuan yang berlaku di
negara penjajah.
Secara Substansial,
perubahan-perubahan yang terjadi di Hukum Perdata Indonesia yakni sebagai
berikut : Pertama, pada mulanya Hukum Perdata Indonesia adalah suatu
ketentuan-ketentuan pemerintahan Hindia Belanda yang diberlakukan di Indonesia.
Hal ini sesuai dengan Stbl. No. 23 pada tanggal 30 April 1847 yang terdiri atas
36 Pasal; Kedua, dengan asas konkordansi pada tahun 1848 maka diungdangkannya
KUH Perdata (BW) oleh pemerintah Belanda. Disamping berlakunya BW, berlaku juga
KUH Dagang (WvK) yang diatur di dalam Stb. 1847 No. 23.
Dalam perspektif sejarah, Hukum
Perdata yang berlaku di Indonesia terbagi menjadi 2 (dua) periode masa; yakni
periode sebelum Indonesia merdeka dan periode sesudah Indonesia merdeka.
a.
Sejarah
Hukum Perdata pada Masa Penjajahan Belanda
Indonesia Sebagai negara jajahan,
maka hukum yang berlaku di Indonesia ini yaitu hukum bangsa penjajah. Hal yang
sama juga untuk hukum perdata. Hukum Perdata yang diberlakukan bangsa Belanda
ini untuk Indonesia sudah mengalami suatu proses adopsi dan perjalanan
sejarah yang sangat panjang.
Pada awal mulanya, Hukum Perdata
Belanda di rancang oleh sebuah Panitia yang dibentuk pada tahun 1814 yang
diketuai oleh Mr J.M. Kempres. Pada tahun 1816, Kempers menyampaikan mengenai suatu
rencana Code Hukum tersebut pada Pemerintah Belanda yang didasarkan pada Hukum
Belanda Kuno dan dinamakan Ontwerp Kempers. Ontwerp Kempers ini ditentang keras
oleh P. Th. Nicolai, yakni anggota parlemen berkebangsaan Belgia dan sekaligus
menjadi presiden pengadilan Belgia. Pada tahun 1824 Kempers menjadi presiden
pengadilan Belgia.
Pada penyusunan kodifikasi Code
Hukum selanjutnya diserahkan kepada Nicolai. Akibat dari perubahan tersebut,
dasar dari pembentukan Hukum Perdata Belanda sebagian besar berorientasi pada
Code Civil Perancis. Code civil Perancis ini meresepsi Hukum Romawi, corpus
civilis dari Justinianus. Dengan demikian Hukum Perdata Belanda adalah
kombinasi dari Hukum Kebiasaan atau Hukum Belanda Kuno dan Code civil Perancis.
Pada tahun 1838, kodifikasi hukum perdata Belanda ditetapkan dengan berdasarkan
Stb. 838.
Pada tahun 1848, kodifikasi hukum
perdata Belanda ini diberlakukan di Indonesia dengan berdasarkan pada Stb.
1848. Hukum tersebut hanya diberlakukan bagi orang-orang Eropa dan dipersamakan
dengan mereka (Golongan Tionghoa). Pada tahun 1919, kodifikasi hukum perdata
Belanda yang diberlakukan di Indonesia dipertegas lagi dengan Stb. 1919.
Dalam perjalanannya, bagi
orang-orang selain Eropa; baik di golongan Timur Asing, golongan Tionghoa dan
bukan Tionghoa mengalami sebuah pembedaan di dalam pelaksanaan suatu
perundang-undangan di dalam Hukum Perdata, yakni sebagai berikut :
·
Melalui Stb. 1855 No. 79 BW dan BvK
dengan pengecualian Hukum waris dan Hukum Kekeluargaan dinyatakan berlaku untuk
semua orang Timur Asing
·
Pada tahun 1917 diadakan suatu
pembedaan orang Tionghoa dan Non Tionghoa dengan sebuah alasan karena bagi
Tionghoa Hukum Eropa yang berlaku saat itu bisa diperluas;
·
Semenjak tanggal 1 September 1925
ini untuk suatu bangsa Tionghoa di wilayah Indonesia diberlakukan Stb. 1917 No.
129, yakni seluruh hak Privat Eropa berlaku bagi bangsa Tionghoa kecuali
pasal-pasal mengenai Buegerlijke Stand, upacara-upacara sebelum berlangsung
pernikahan (bagian 2 dan 3 titel 4 Buku 1 BW) dan bagi bangsa Tionghoa diadakan
BS tersendiri; serta pada peraturan tersendiri mengenai adopsi anak di dalam
bagian 2 Stb. 1917 No. 129;
·
Bagi golongan Timur Asing (Arab,
India dan lain-lain) pada tanggal 1 Maret 1925 dengan berdasarkan Stb. Tahun
1924 No. 556 pada pokoknya tunduk pada hukum privat Eropa, kecuali pada hukum
waris dan hukum kekeluargaan (tunduk pada hukum mereka sendiri, kecuali
mengenai pembuatan surat wasiat maka berlaku hukum BW);
·
Pada tahun 1926 di dalam BW ada
peraturan baru yang mengenai perjanjian perburuhan yang hanya berlaku bagi
golongan Eropa. Untuk golongan Indonesia dan Timur Asing, diberlakukan sebuah
peraturan yang lama yakni sebuah pasal-pasal 1601 sampai dengan pasal 1603 BW.
b.
Sejarah
Hukum Perdata Sejak Kemerdekaan Indonesia
Hukum Perdata yang diberlakukan di
Indonesia didasarkan pada Pasal 2 Aturan Peralihan UUD 1945, yang pada suatu
pokoknya menentukan bahwa segala peraturan dinyatakan masih berlaku sebelum
diadakannya peraturan baru menurut UUD termasuk juga di dalamnya Hukum Perdata
Belanda yang berlaku di Indonesia. Hal ini untuk mencegah terjadinya sebuah
kekosongan hukum di bidang hukum perdata.
Menurut Sudikno Mertokusumo,
keberlakuan hukum perdata belanda ini di Indonesia dengan berdasarkan pada
beberapa pertimbangan, antara lain yaitu sebagai berikut :
·
Para ahli tidak pernah mempersoalkan
secara lebih mendalam mengenai mengapa BW masih berlaku di Indonesia. Tatanan
Hukum Indonesia hendaknya tidak dilihat sebagai kelanjutan dari tata hukum
Belanda, akan tetapi sebagai tata Hukum Nasional.
·
Sepanjang hukum tersebut (BW) tidak
bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, peraturan mengenai
perundang-undangan serta dibutuhkan.
·
Jika hukum ini bertentangan, maka
secara otomatis tidak berlaku lagi.
Selain itu secara keseluruhan Hukum
Perdata Indonesia di dalam perjalanan sejarahnya sudah mengalami beberapa suatu
proses perubahan yang dimana perubahan tersebut disesuaikan dengan kondisi dari
bangsa Indonesia sendiri.
Sumber Hukum merupakan segala hal yang
menciptakan aturan dengan sifatnya memaksa, dengan situasi jika aturan tersebut
dilanggar maka akan diberlakukan sebuah sanksi yang tegas dan nyata. Vollmar
menyatakan bahwa sumber hukum perdata ada 2, yaitu sebagai berikut :
·
Sumber Tertulis
·
Sumber Tidak Tertulis/Kebiasaan
a.
Sumber
Hukum Tertulis itu sendiri sebagai berikut :
·
Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB),
yaitu sebuah ketentuan umum pemerintah Hindia Belanda yang diberlakukan di
Indonesia.
·
Burgelik Wetboek (BW) atau KUH Perdata,
yaitu suatu ketetapan hukum produk Hindia Belanda yang diberlakukan di
Indonesia menurut asas koncordantie.
·
KUH Dagang atau Wetboek van Koopandhel (WvK), yaitu sebuah KUH dagang yang terdiri dari 754 pasal
mencakup buku I (tentang dagang secara umum) dan Buku II (tentang hak dan
kewajiban yang muncul dalam pelayaran).
·
Undang-Undang No.5 Tahun 1960 yang
mengenai Pokok Agraria, UU ini mencabut sebuah pemberlakuan Buku II KUHP yang
berhubungan dengan hak atas tanah, kecuali hipotek. Secara umum, UU ini
mengatur tentang hukum pertanahan yang memiliki landasan pada hukum adat.
·
Undang-Undang No.1 Tahun 1996 yang
mengenai sebuah ketetapan pokok perkawinan
·
Undang-Undang No.4 Tahun 1996 yang
mengenai suatu hak tanggungan terhadap tanah dan juga benda yang berhubungan
dengan tanah
·
Undang-Undang No. 42 Tahun 1996 yang
mengenai sebuah jaminan fidusia.
·
Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 yang
mengenai sebuah lembaga jaminan simpanan
·
Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 yang
mengenai sebuah kompilasi hukum Islam.
Asas-asas
didalam hukum perdata ada beberapa yaitu sebagai berikut :
a.
Asas
Kebebasan Berkontrak
Asas
ini mengandung arti bahwa masing-masing orang bisa mengadakan perjanjian baik
yang sudah diatur dalam undang-undang ataupun yang belum diatur dalam undang-undang.
Asas ini ada dalam 1338 ayat 1 KUHP
yang menyatakan bahwa “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang untuk yang membuatnya”
b.
Asas
Konsesualisme
Asas yang satu ini berkaitan dengan
pada saat terjadi suatu perjanjian. Di pasa 1320 ayat 1 KUHP, syarat wajib
perjanjian itu karena terdapat kata sepakat antara kedua belah pihak.
c.
Asas
Kepercayaan
Asas yang satu ini memiliki arti
bahwa setiap orang yang akan mengadakan sebuah perjanjian akan memenuhi
masing-masing prestasi yang diantara kedua pihak.
d.
Asas
Kekuatan Mengikat
Asas yang satu ini menyatakan bahwa
pernjanjian hanya mengikat suatu pihak yang mengikatkan diri atau yang ikut
serta dalam perjanjian tersebut.
e.
Asas
Persamaan Hukum
Asas
yang satu ini memiliki maksud bahwa subjek hukum membuat yang membuat
perjanjian memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum.
f.
Asas
Keseimbangan
Asas yang satu ini menginginkan kedua belah pihak memenuhi
dan menjalankan sebuah perjanjian yang sudah dijanjikan.
g.
Asas
Kepastian Hukum (Asas pacta sunt servada)
Asas
yang satu ini ada karena suatu perjanjian dan diatur dalam pasal 1338 ayat 1
dan 2 KUHP.
h.
Asas Moral
Asas
yang satu ini adalah sebuah asas yang terikat dalam perikatan wajar, ini
artinya perilaku seseorang yang sukarela tidak bisa menuntut hak baginya untuk
menggugat prestasi dari pihak debitur.
i.
Asas
Perlindungan
Asas
yang satu ini memberikan sebuah perlindungan hukum kepada debitur dan kreditur.
Tetapi yang membutuhkan perlindungan ialah debitur karena berada di posisi yang
lemah.
j.
Asas
Kepatutan
Asas
yang satu ini berhubungan dengan sebuah ketentuan isi perjanjian yang
diharuskan oleh kepatutan
k.
Asas
Kepribadian
Asas yang satu ini mewajibkan seseorang dalam pengadaan sebuah
perjanjian untuk kepentingan dirinya sendiri.
l.
Asas
I’tikad Baik
Sesuai
dengan pasal 1338 ayat 3 KUHP, asas yang satu ini berhubungan dengan
pelaksanaan perjanjian, asas ini mengungkapkan bahwa apa yang hendak dilakukan
dengan pemenuhan tuntutan keadilan dan tidak melanggar kepatutan.
Terdapat beberapa klasifikasi jenis hukum perdata antara
lain yaitu sebagai berikut :
1.
Berdasarkan
Ilmu Pengetahuan Hukum
·
Hukum Perorangan (Pribadi) adalah
sebuah hukum yang mengatur tentang manusia sebagai subjek hukum dan
kecakapannya untuk memiliki hak dan juga bertindak sendiri dalam melaksanakan
haknya tersebut.
·
Hukum Keluarga yaitu sebuah hukum yang
berkaitan dengan kekuasaan orang tua, perwalian, pengampunan dan perkawinan.
Hukum keluarga ini terjadi karena terdapat suatu perkawinan antara laki-laki
dan perempuan yang selanjutnya melahirkan anak.
·
Hukum Kekayaan adalah suatu hukum yang
mengatur tentang benda dan hak yang ada pada benda tersebut. Benda yang
dimaksud yaitu segala benda dan hak yang menjadi milik orang tua atau sebagai
objek hak milik. Hukum harta kekayaan ini mencakup dua hal yaitu hukum benda
yang bersifat mutlak atau hak terhadap benda yang diakui dan dihormati oleh
setiap orang dan hukum perikat yang sifatnya kehartaan antar dua orang atau
lebih.
·
Hukum Waris adalah
sebuah hukum yang mengatur mengenai pembagian harta peninggalan seseorang, ahli
waris, urutan penerimaan ahli waris, hibah, dan juga wasiat.
2.
Berdasarkan
Pembagian Dalam KUHP
Berdasarkan KUHP (Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata), hukum perdata dibedakan menjadi yaitu sebagai berikut :
a.
Buku I mengenai orang, dalam buku
ini mengatur hukum tentang diri seseorang dan hukum kekeluargaan.
b.
Buku II mengenai hal benda, dalam
buku ini mengatur hukum kebendaan dan hukum waris
c.
Buki III mengenai hal perikatan,
dalam buku ini mengatur hak dan kewajiban timbal balik antara orang atau pihak
tertentu.
d.
Buku IV mengenai pembuktian dan
daluarsa, ini mengatur mengenai alat pembuktian dan akibat hukum yang timbul
dari adanya daluarsa tersebut.
a.
Contoh
Hukum Perdata Warisan
Didalam suatu keluarga mempunyai harta benda yang akan
diwariskan saat ketika ajal menjemput?meninggal, ayah merupakan kepala rumah
tangga yang kelak akan mewariskan harta benda nya kepada anak-anak nya ketika
meninggal kelak. dari keinginan itu pasti akan menuliskan sebuah surat wasiat
warisan. Ketika sudah meninggal terjadi selisih paham ketika pembagian warisan
terjadi lah selisih paham antara anak anak nya yang menerima warisan tersebut,
dari situ lah berujung pelaporan salah satu anak tersebut melaporkan kepada
pihak yang berwenang tentang perselisihan tentang warisan. contoh kasus
tersebut salah satu kasus perdata tentang warisan.
b.
Contoh
Hukum Perdata Perceraian
Pasti anda sering mendengar/melihat
kasus satu ini di berita di tv atau media koran, karna banyak pemberitaan kasus
perceraian dikalangan artis. karna terjadinya perceraian didalam rumah tangga,
dikarenakan saat terjadi sebuah permaslahan didalam sebuah rumah tangga yang
tidak menemukan solusi atau titik terang, maka sebagai jalan keluar/ alternatif
keputusan yang harus diambil ialah perceraian. Sebuah perceraian mungkin salah
satu yang tidak boleh dilakukan didalam agama, karena perceraian tidak boleh dialam
agama tapi berdampak tidak baik bagi anak-anak nya dimasa yang akan datang.
tapi jika tetap tidak menemukan jalan keluar, pasti keputusan yang diambil bila
tidak menemukan titik terang atau tidak mendapatkan solusi dengan melakukan
perceraian. contoh kasus ini salah satu kasus perdata tentang perceraian.
c.
Contoh
Kasus Perdata Pencemaran Nama Baik
Kebanyakan kasus ini terjadi di dalam sosial media
dikarenakan penulis di sosial media ini membuat berita yang tidak
pantas/membuat orang terhina di tuliskan di sosial media, dari pemberitaan itu
korban tidak terima, sehingga korban melaporkan si penulis berita tersebut ke
pihak berwajib/pihak yang berwenang dengan tuduhan pencemaran nama baik dan
perbuatan tidak menyenangkan didalam media sosial, contoh kasus ini masuk dalam
kasus perdata tentang pencemaran nama baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar